Anti Golput di Pemilu Damai 2019 Lombok

Golput apa sih? Kata ini merupakan singkatan dari dua kata, golongan putih. Golongan tanpa warna, jargon yang lahir dan akrab dengan proses Pemilihan Umum (Pemilu). Golongan yang tidak mengacu pada warna tertentu dari banyak partai yang terlibat dalam Pemilu. Golongan yang juga tidak memberikan pilihannya, atau tidak menggunakan hak suaranya, di setiap Pemilu.

IMG_20190419_120051.jpg

Indonesia, sejak merdeka di tahun 1945 lalu, tercatat telah melaksanakan Pemilu di hitungan belasan kali (12 kali sejak tahun 1955 dulu). Namun, sistem pemilihan yang berlangsung dari, oleh dan untuk rakyat, baru terselenggara di angka ke-4. Tepatnya, baru dimulai sejak tahun 2004 lalu. Di tahun-tahun sebelumnya, sistem pemilihan wakil rakyat hanya berlangsung di gedung DPR/MPR (Dewan dan Majelis Permusyawaratan Rakyat). Saat itu, presiden dipilih oleh para wakil rakyat dan sebagian besar masyarakat Indonesia menyaksikan dari TV atau radio.

Pemilu 2019 Membuat Saya Anti Golput

Saya hanya satu dari jutaan rakyat akar rumput. Sangat jarang terlibat diskusi public, jauh lebih menyukai ketenangan di pelosok, mencobai berbagai teknik memancing. Tentu target saya tetap bisa strike ikan. Syukur-syukur jika seekor ikan yang besar. Nantinya bisa menjadi oleh-oleh hasil memancing yang membahagiakan keluarga di rumah. Jadi, hampir tidak pernah terlibat obrolan tentang dunia politik, baik offline maupun di dinding-dinding akun sosial media.

Lalu kemudian istri saya sesekali mengeluh. Pemilu kali ini terhitung sangat menyedihkan. Debat tak berujung, kecuali akhirnya merenggangkan silaturahmi, terjadi hampir di banyak tempat. Istri saya jadi semakin jarang mengunjungi teman-temannya.

IMG_20190417_080856.jpg

“Nggak enak. Sebentar-sebentar ditanyakan, pilegnya siapa, pendukung paslon presiden yang mana”.. Salah satu kalimat keluhannya.

Di kali lain, ia juga bercerita, banyak temannya yang saling berhenti mengikuti di akun-akun sosial media. Risih karena semakin banyak teman-temannya yang ringan mencaci. Ada pula yang dengan sengaja membuat status yang mengundang debat kusir. Kemudian, berujung kembali di kalimat-kalimat negatif lainnya. Saling berbalasan. Tak jelas. Tak ada ujungnya. Kondisi yang membuat saya sampai di pemikiran, baiklah, pemilu kali ini saya akan ikut memilih. Keputusan untuk lebih bertanggung-jawab memanfaatkan hak suara. Di mana, di tahun-tahun sebelumnya, saya termasuk yang tidak peduli. Bahkan, sekali pun jika dianggap sebagai golput, terserah.

Kedamaian Pemilu 2019 Yang Mengesankan

Di Lombok, saya termasuk pendatang. Mulai menetap di akhir tahun 2001, sampai kemudian berjodoh dengan istri saya yang kelahiran Lombok Timur, saya mengenal Lombok sudah sekitar delapan tahun terakhir. Saya dan istri sempat kembali ke Semarang, menetap sekitar 10 tahun, baru kemudian kembali tinggal di Lombok Timur sejak 2014 lalu.

Di dua tahun terakhir, saya semakin banyak berinteraksi dengan penduduk asli Lombok. Namun, kesempatan akhirnya datang langsung ke salah satu TPS (Tempat Pemungutan Suara) di Rabu 17 April lalu, semakin meyakinkan saya atas kehangatan warga Lombok.

IMG_20190417_073812.jpg

Sengaja datang di pukul tujuh pagi, ternyata lokasi TPS sudah ramai dengan antrian. Bapak-bapak tetangga rumah, para ibu – beberapa bahkan menggendong bayi mereka yang masih tidur, serta sebagian remaja yang baru saja punya hak suara, mulai memadati TPS.

Panitia TPS sudah menyiapkan belasan kursi plastik. Begitu banyaknya warga yang sudah hadir, kursi-kursi diprioritaskan bagi warga yang sudah sepuh. Juga beberapa balita yang sedang sangat aktif bermain, meski kemudian kursi tidak diduduki. Tetangga yang lain memilih bergerombol di mulut-mulut gang. Bersandar di tembok atau menumpang duduk di sadel motor.

Meski mengantri, waktu menunggu dimanfaatkan dengan saling bertegur sapa. Sungguh sangat mirip dengan suasana lebaran. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya hanya melihat sekali petugas berseragam menjenguk TPS. Itu pun mereka langsung segera pergi. Seolah sama yakinnya dengan saya, TPS-TPS di lingkungan tempat tinggal saya aman. Proses memilih akan berlangsung lancar.

Akhirnya, berbekal form C6, total saya menghabiskan waktu di TPS, tak lebih dari dua jam. Terhitung mengesankan. Pertama, meski agak sedikit terlambat dari jadwal dimulai di pukul tujuh tepat, waktu antri dan menunggu tidak terlalu lama. Kedua, proses memanggil calon pemilih, benar-benar sesuai urutan mengumpulkan form memilih. Ketiga, penjelasan awal oleh petugas TPS dan contoh kertas suara yang dipasang di area luar TPS, memudahkan proses pencoblosan di bilik suara.

Jadi, setelah dipanggil, saya menghabiskan waktu tak sampai 10 menit di bilik suara.

Beberapa standar yang menurut saya membuat Pemilu 2019 terasa aman dan nyaman. Putra bungsu saya yang ikut ke TPS, juga jadi mendapatkan pembelajaran tersendiri. Pemilu bukanlah tentang huru hara tak beralasan. Pemilu hanya tentang satu proses memilih pemimpin negara dan wakil rakyat. Pemilu adalah tentang mempercayai adanya kebaikan di setiap calon, baik presiden dan wakilnya, atau para calon legistlatif. Pemilu juga mengajarkan kerahasiaan pilihan.

Alhamdulillah, saya akhirnya bisa sedikit menyenangkan hati istri saya. Dulunya, ia akan ngomel panjang kali lebar, karena saya kerap mengabaikan hak suara di setiap pemilu (3X Pemilu sejak tahun 2004 lalu). Sekarang, saya bisa bangga menceritakan, Lombok telah menjadi satu daerah di Indonesia, yang aman dan damai melaksanakan proses pemilu.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pemilu Aman 2019 Bersama Polda NTB.

Author: RintoSetiya

MomBlogger dan kontributor web travel serta hobiis mancing. Angler lady wanna be..

Leave a comment